Wisata Alam Coblosan: Miniatur Raja Ampat sebagai Masa Depan Ekonomi Sawah Lor
03 Agustus 2017 22:11:37 WIB
Penulis: Vicia Sacharissa (KKN-PPM UGM 2017 GK-21)
Foto: Azzaria Alsya Olivia (KKN-PPM UGM 2017 GK-21)
Wisata Alam Coblosan memperoleh namanya dari lubang yang ada di salah satu bagian tebing di sekeliling sungainya. Ada beberapa cerita yang beredar di masyarakat mengenai asal-usul lubang tersebut. Versi pertama menceritakan bahwa pada masa penjajahan Belanda, sisi timur tebing Coblosan digunakan sebagai tempat berlindung warga dari tentara Belanda. Namun tentara Belanda tetap gigih berusaha menembus benteng pertahanan warga Sawah Lor, hingga pada akhirnya mereka berhasil melubangi tebing. Lubang itulah yang disebut Coblosan. Versi kedua menceritakan bahwa sebelum adanya lubang tersebut, masyarakat Sawah Lor kesulitan membawa hewan ternak mereka ke ladang seberang tebing untuk merumput. Akhirnya masyarakat membuat lubang yang kemudian dikenal sebagai Coblosan.
Berawal dari pengalamannya mengelola kelompok perikanan di wilayah Dusun Sawah Lor, Bapak Eko Prasetyo berpendapat bahwa pola hidup masyarakat yang menggantungkan hidup ke kegiatan pertanian dan perikanan semata sangatlah riskan. Masyarakat yang terus-terusan mendapatkan bantuan serta subsidi dari pihak luar menjadi sulit untuk mandiri. Selain itu, lahan pertanian sebagian besar masyarakat Sawah Lor yang komoditas utamanya adalah jagung tidak dapat berkembang karena tanah hutan di Sawah Lor ditanami pohon jati. Melihat tidak adanya kepastian mengenai pendapatan masyarakat, Pak Eko pun berinisiatif untuk mengembangkan Sungai Coblosan menjadi salah satu sumber pendapatan sampingan masyarakat Sawah Lor.
Dengan mengajak beberapa masyarakat Sawah Lor, yaitu Bapak Slamet, Bapak Wito, Bapak Maryanto, Bapak Surip dan Bapak Kemin, Pak Eko mulai mewujudkan gagasan untuk menjadikan Sungai Coblosan sebagai obyek wisata. Dibentuklah suatu kelompok relawan yang beranggotakan masyarakat Sawah Lor yang memang memiliki kesadaran untuk mengelola potensi sumber daya alam secara mandiri.
“Yang diajak ya yang mau saja, Mbak,” ujar Pak Eko. “Tentu saja saya mengajak seluruh masyarakat Sawah Lor, namun yang bersedia hanya sebagian saja.”
Meskipun ada masyarakat dusun yang pesimis dengan rencana tersebut, Pak Eko mengaku bahwa respon dari perangkat dusun cukup baik. Kepala Dusun Sawah Lor telah beberapa kali mengadakan pertemuan untuk membahas kelanjutan Wisata Alam Coblosan. Para relawan pun sungguh-sungguh berdedikasi terhadap rencana perintisan wisata alam tersebut. Dahulu, sebelum dibersihkan, sekitar Sungai Coblosan dipenuhi tanaman yang berduri serta hewan liar. Bahkan berdasarkan cerita Pak Eko, sempat ada beberapa relawan yang terluka akibat terkena duri dan ada juga yang tergigit ular. Namun semangat juang yang sangat tinggi dan niat yang tulus membuat tim relawan berhasil membersihkan daerah Sungai Coblosan menjadi daerah yang layak digunakan sebagai wahana wisata air seperti sekarang ini.
Pak Eko mengakui bahwa pada awalnya, gagasan atas Sungai Coblosan tersebut juga dipengaruhi naiknya pamor Air Terjun Gedad yang berlokasi tidak jauh dari Dusun Sawah Lor. Pak Eko memiliki ide untuk menjadikan Wisata Alam Coblosan sebagai ‘pendamping’ Air Terjun Gedad, atau istilahnya beliau ingin menjadikan keduanya menjadi satu paket wisata. Ramainya masyarakat yang berdatangan ke Air Terjun Gedad membuat para relawan lebih semangat untuk mengembangkan Wisata Alam Coblosan. Optimisme tersebut pun akhirnya menular ke masyarakat luas, sehingga sedikit demi sedikit warga Sawah Lor menjadi lebih peduli pada pengembangan Wisata Alam Coblosan dan turut berpartisipasi dengan caranya masing-masing.
Wisata Alam Coblosan menyimpan banyak permata tersembunyi. Lubang Coblosan sendiri merupakan spot foto yang menarik, terutama dengan latar belakang sungai dan taman yang nantinya akan dibangun gazebo untuk tempat pengunjung beristirahat. Di akhir Wisata Alam Coblosan terdapat Ndung Jurug alias air terjun yang indah. Di musim kemarau, debit air sungai yang normal membuatnya dapat digunakan sebagai tempat berenang, bermain air dan berfoto bersama keluarga. Di musim hujan, ketika debit airnya meninggi, Ndung Kalang (sebutan warga sekitar untuk daearah sungai tersebut) arusnya cukup deras sehingga dapat dijadikan tempat rafting yang tentunya sudah teruji dan aman. Ndung Kalang juga sering disebut-sebut sebagai miniatur Raja Ampat di Papua karena formasi batuan di sungainya mirip dengan yang ada di pantai Raja Ampat.
Perangkat Desa Banyusoco sendiri telah menyumbangkan fasilitas berupa kapal, pelampung, dan ban rafting. Bantuan juga banyak diperoleh dari pengelola wisata alam lain yang berada di desa sekitar Banyusoco, seperti dari pengelola Goa Pindul dan Sri Gethuk. Masalah lahan wisata pun telah jelas karena Perhutani, pemilik lahan yang digunakan Wisata Alam Coblosan, telah mempersilakan penggunaan sungai untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk pengelolaan sendiri, dana berasal dari swadaya tim relawan. Karena Wisata Alam Coblosan tidak memungut biaya tiket masuk, pendapatan tim relawan bergantung sepenuhnya pada karcis parkir dan donatur.
Wisata Alam Coblosan ini terbilang sangat muda karena baru mulai dirintis sekitar bulan Februari 2017. Namun berkat promosi yang digencarkan baik melalui media sosial maupun kabar dari mulut ke mulut, animo masyarakat terhadap dibukanya wisata ini cukup tinggi. Bahkan menurut Pak Eko, pada bulan Ramadhan 1438 H ini, diperkirakan dalam sehari ada sekitar 500 orang pengunjung yang datang ke Coblosan. Kejutan menyenangkan lainnya adalah fakta bahwa pengunjung Wisata Alam Coblosan tidak hanya berasal dari Gunungkidul atau bahkan Daerah Istimewa Yogyakarta saja, melainkan dari Surabaya, Jawa Tengah, dan lain sebagainya.
Dengan mengembangkan Wisata Alam Coblosan, Pak Eko berharap bahwa nantinya masyarakat Sawah Lor dapat memiliki pendapatan lain di luar hasil pertanian sehari-hari. Wisata alam yang berkelanjutan dapat terwujud apabila masyarakat sendiri menyadari pentingnya menjaga potensi alam yang ada di sekitar mereka, dan bagaimana masyarakat sendirilah yang akan diuntungkan apabila pengembangan Wisata Alam Coblosan berhasil.
“Pokoknya yang saya lakukan ini, semuanya untuk anak-cucu kami semua kelak,” pungkas beliau.
Komentar atas Wisata Alam Coblosan: Miniatur Raja Ampat sebagai Masa Depan Ekonomi Sawah Lor
Formulir Penulisan Komentar
Pencarian
Statistik Kunjungan
Hari ini | |
Kemarin | |
Pengunjung |
- Marak Pembuangan Sampah di Kawasan Hutan Banyusoco
- BLT Bulan ke Sembilan Tahun 2024
- Pembinaan Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan
- Dua Tahun Beruntun Banyusoco Mendapat Penghargaan dari BPKP DIY
- Kunjungan Menhan Bapak Prabowo Subianto ke Kalurahan Banyusoco
- Penilaian Assesment Awal Reformasi Kalurahan
- Pohon Jati Deameter 170an Menimpa Rumah